Porosmedia.com, Opini – Melansir antaranews.com, Kamis (14/04/2022), Presiden Joko Widodo memastikan akan mengucurkan Tunjangan Hari Raya atau THR Idul Fitri 2022 beserta Gaji ke-13 bagi seluruh ASN, personel TNI/Polri, ASN Daerah, pensiunan, penerima pensiun dan pejabat negara.
Beberapa minggu sebelumnya, pemerintah pun telah menegaskan melalui Kementrian Ketenagakerjaan (Kemenaker) bahwa para pemberi kerja atau pengusaha harus membayarkan penuh Tunjangan Hari Raya kepada para pekerjanya. Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan serta Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 Tentang THR Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Dalam PP tersebut terdapat pernyataan bahwa THR wajib dibayarkan paling lama 7 hari sebelum hari raya keagamaan. Bila tidak mematuhi aturan ini, maka perusahaan bisa terkena sanksi (Kompas.com, Senin, 04/04/2022).
Bukan hanya THR, Presiden juga melakukan kunjungan ke Kota Cirebon, Jawa Barat, (Rabu, 13/04/2022). Beliau memberikan secara langsung Bantuan Langsung Tunai (BLT) Minyak Goreng kepada para pedagang di pasar tradisional dan masyarakat penerima bantuan seperti dilaporkan oleh detik.com (13/04/2022).
Dalam kunjungan tersebut, yang mendampingi Presiden Jokowi adalah Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil dan Walikota Cirebon, Nasrudin Azis. Jokowi berharap bantuan yang telah tersampaikan dapat memperbaiki daya beli masyarakat. Selain itu, Jokowi juga memberikan bantuan berupa tambahan modal usaha senilai Rp 1,2 juta kepada para pedagang pasar.
Fakta Membuktikan THR Tidak Menyejahterakan
Banyak masyarakat yang menyangsikan bahwa pemerintah benar-benar akan bertindak tegas memberikan sanksi kepada perusahaan yang tak membayarkan THR hak rakyat. Masalahnya, permasalahan pembayaran THR ini bukan hal baru. Setiap tahun, masalah pembayaran THR sering terjadi, dan tak ada tindakan tegas dari penguasa terkait hal ini. Fakta yang terjadi umumnya malah pemerintah yang patuh pada keputusan penguasa. Sehingga wajar jika rakyat meragukan kebijakan pemerintah ini.
Di sisi lain, pengusaha kecil akan merasa terbebani dengan kebijakan ini. Memang betul THR adalah bantuan instan layaknya pertolongan darurat bagi masyarakat yang sedang membutuhkan. Namun apakah bantuan ini menjamin segala kebutuhan masyarakat terpenuhi? Bulan ini mungkin iya, tapi sebelas bulan selanjutnya bagaimana? Bukankah tidak setiap bulan masyarakat menerima THR?
Perekonomian di negeri ini masih tidak stabil. Harga-harga terus merangkak naik, sementara penguasa tak memberikan jaminan pasti kepada masyarakat. Masalah minyak goreng saja masih belum selesai hingga hari ini. Masih tetap langka dan mahal. BBM pun demikian. Belum lagi harga gas elpiji dan tarif listrik yang juga semakin mahal. Uang THR mungkin mampu mengatasi kebutuhan sebulan, namun bulan-bulan berikutnya masyarakat kembali tercekik. Inilah bukti bahwa THR tidak menyejahterakan rakyat.
Begitu pula dengan BLT. Masyarakat menganggap BLT Migor hanya sebagai bentuk upaya pemerintah untuk menutupi kegagalannya memberantas mafia migor. Dana BLT ini sendiri berasal dari dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) yang sejatinya merupakan bagian dari hutang negara. Tentu ujung-ujungnya APBN defisit lagi. Lagi-lagi rakyat yang harus bayar lewat pajak (muslimahnews.net, 06/04/2022).
Demokrasi Sistem Gagal, Tak Berpihak Pada Rakyat
Sistem kapitalis demokrasi hakikatnya menempatkan penguasa sebagai regulator (pengatur/penghubung). Bukan pengurus atau periayah rakyat. Sehingga, mereka tidak ambil pusing dengan kesejahteraan rakyat. Penguasa di sistem ini menempatkan dirinya di tengah-tengah antara pengusaha kapitalis dan rakyat. Pengusaha kapitalis adalah bos para penguasa, sementara rakyat adalah pekerja alias budak korporat. Sungguh, kapitalisme adalah praktik perbudakan yang nyata.
Pengusaha dan penguasa bekerjasama mengatur pemanfaatan sumber daya manusia pekerja yakni rakyat. Agar rakyat bersedia bekerja dengan bayaran sedikit sekaligus tidak mogok kerja, maka upah harus sesuai. Sehingga upah akan senantiasa bertahan pada nilai UMP. Tidak tinggi, namun tidak pula terlalu rendah. Sesuai untuk mendorong daya kerja masyarakat pekerja. Jika upah terlalu tinggi maka pengusaha akan rugi, sebaliknya jika upah kecil maka rakyat akan mogok.
Sementara itu seluruh kebutuhan hak masyarakat seperti BBM, listrik, air, gas elpiji, sembako dll dikuasai oleh swasta. Sehingga masyarakat tak memiliki akses ke sana kecuali membayar untuk mendapatkan sesuatu yang sebenarnya adalah hak miliknya. Ketika rakyat terpuruk karena tak mampu membeli kebutuhan, kesulitan hidup membayang di depan mata, datanglah pertolongan pemerintah. Mereka membagikan THR dan BLT kepada masyarakat. Sehingga masyarakat merasa terbantu dan mampu memenuhi kebutuhannya. Di saat yang sama, politik THR ini akan mendorong rakyat untuk bekerja lebih keras lagi.
Inilah yang namanya solusi tambal sulam. Penguasa dan pengusaha menciptakan masalah bagi rakyat lalu memberikan solusi yang tidak solutif. Solusi yang hanya sementara dan tidak menyelesaikan masalah sebenarnya. Malah memunculkan lebih banyak masalah baru karena tidak semua masyarakat mendapatkan THR dan BLT ini. Tentu saja tidak bisa mengharapkan pemerintah akan menepati janji soal sanksi perusahaan.
Sistem Islam Solusi Nyata Jaminan Sejahtera
Upah seorang pekerja dalam sistem Islam adalah hal yang amat penting. Sebab upah tidak hanya berkaitan dengan kebutuhan, namun juga terkait dengan keberkahan. Islam mewajibkan majikan untuk mengupah pekerja sesuai dengan beratnya pekerjaan. Jika terlalu kecil maka si majikan telah berbuat zalim, dan tentunya akan mendapat hukuman yang setimpal. Namun jika upah terlalu besar, maka kehidupan si pekerja pun tak akan berkah.
Sehingga sistem Islam tidak pernah memandang pekerja sebagai budak yang menghasilkan keuntungan. Pekerja dalam sistem islam adalah masyarakat yang wajib mendapatkan pengurusan dari negara. Pekerja adalah kaum muslimin dan kaum kafir zimmi yang tinggal di negara Islam dan berhak mendapat perlindungan negara. Berhak pula mendapatkan jaminan kesejahteraan.
Penguasa negara Islam akan memastikan pekerja mendapatkan upah sepadan dengan pekerjaannya. Memastikan pula agar upah tersebut mencukupi seluruh kebutuhan keluarga si pekerja. Jika kebutuhan keluarganya masih tetap tidak terpenuhi, maka negara bertanggung jawab penuh untuk memenuhi kebutuhan mereka. Negara Islam pun akan senantiasa mengawasi ketika ada pengusaha atau majikan yang menggaji pekerja dengan upah kecil yang tak sesuai. Penguasa akan menindak tegas oknum tersebut dan memastikan pekerja mendapatkan upah yang sesuai. Begitulah jaminan kesejahteraan dalam Sistem Islam. Wallahu’alam bisshawwab.