Sumber Informasi Independen, Aktual dan Terpercaya
IndeksPoros Media TV
Hukum  

Penyidik Polri, ada Pertimbangan Subjektif dan Objektif tersangka FB

Jajat Sudrajat

Porosmedia.com – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Rabu (22/11/23). Firli telah menjalani pemeriksaan pertama sebagai tersangka pada 1 Desember 2023.

Polda Metro Jaya pada rabu, 6/12/23 kembali menjadwalkan pemeriksaan lanjutan di Gedung Bareskrim Mabes Polri, namun hingga saat ini Firli belum juga ditahan.

Firli diduga melanggar Pasal 12 e dan atau Pasal 12B dan atau Pasal 11 UU Tipikor Juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman penjara seumur hidup.

Belum ditahannya Firli sampai saat ini, karena pihak penyidik polri beralasan adanya pertimbangan subjektif dan objektif atas tersangka.
Adapun ketentuan mengenai penahanan tersangka merupakan kewenangan yang dipunyai penyidik, yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Sesuai pasal 21 KUHAP,
Syarat subjektif adalah apabila terdapat kondisi yang dikhawatirkan bisa membuat tersangka akan melarikan diri, akan merusak atau menghilangkan barang bukti,
akan mengulangi tindak pidana yang telah dilakukan.

Baca juga:  Polsek Cibatu Peringati Isra Mi'raj Dengan Cara Sederhana

Tentang syarat objektif, dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP, penahanan berlaku bagi tersangka atau terdakwa yang telah melakukan tindak pidana dan/atau percobaan tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana 5 (lima) tahun penjara atau lebih.

Kapolri Jend.Listyo Sigit beralasan belum ditahannya Firli antara lain; “semuanya tetap berproses dan saya kira yang penting (adalah) bagaimana kasus ini dituntaskan.”

Listyo yakin bahwa pihak penyidik telah mempertimbangkan segala aspek dalam memutuskan untuk tidak menahan Firli.

“Ya, ikuti saja prosedurnya. Tentunya, penyidik memiliki alasan-alasan subjektif, namun demikian, sepanjang itu masih dimaknai bisa ditoleransi,”

Tentunya alasan belum ditahannya Firli disamping alasan subjektif dari penyidik, harus juga dipertimbangkan alasan objetif. Azas equality before the law (persamaan dalam hukum), harus diterapkan sama pada setiap orang, tanpa memandang latar belakang dan jabatannya. Patut juga dijadikan alas hukum yang kuat oleh penyidik, bahwa “selama Firli menjadi pimpinan KPK telah menimbulkan berbagai kontroversi dan dugaan melakukan pelanggaran pidana. Termasuk juga adanya berbagai keberatan atau protest para ahli hukum dan kalangan masyarakat perihal kinerja KPK selama dibawah kepemimpinannya.”

Baca juga:  Apel Jam Pimpinan, Kapolres Belu: Jadilah Polri yang Pandai Bersyukur dan Hilangkan Budaya Malas Masuk Kantor

Setiap orang tanpa kecuali termasuk Firli, sesuai pasal 27 ayat 1 : “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

Dewan Pengawas (Dewas) KPK, beberapa kali juga telah memeriksa Firli tentang adanya dugaan pelanggaran hukum dan etika yang menghebohkan dan melukai rasa keadilan masyarakat. Misalnya intervensi terhadap orang yang sedang dalam proses pemeriksaan atau sebagai tersangka KPK. Faktanya, “Firli masih juga licin dan bisa lolos dari sanksi etika maupun rekomendasi adanya tindak pidana oleh Dewas KPK.”

Segala bentuk perbuatan Firli tersebut, jelas- jelas juga melanggar Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK yang mengatur bahwa ; “insan KPK dilarang menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki, termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi, baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan pribadi.”

Penyidik polri selama ini dengan alasan subjektif atau objektif dapat memeriksa, menangkap, bahkan segera menahan seorang tersangka. Oleh karenanya, “Firli sebagai warga negara biasa, bukanlah orang yang tidak bisa tersentuh hukum (memiliki imunitas), sehingga sudah memenuhi ketentuan hukum untuk segera ditahan.”

Baca juga:  Benarkah Kepemimpinan Perempuan Bisa Cegah Korupsi?

Jakarta, 6/12/23
Juju Purwantoro
Tim Hukum Nasional (THN) AMIN